Senin, 16 Juli 2012

Kasih Seorang Ibu

Kasih Seorang Ibu

Ada sebuah peristiwa yang terjadi pada sebuah desa kecil, suatu ketika ada seorang ibu yang penuh kasih pergi ke kota besar, setelah kembali ke rumah dirinya berubah total dari sebelumnya. Semula ibu ini sangat mengasihi puterinya, tak peduli seberapa larut pun anaknya pulang rumah, dia akan menunggu untuk membuatkan makanan enak dan diantarkan ke hadapan anaknya.
Akan tetapi sejak pulang dari kota besar, sang ibu berubah dan tidak mau lagi mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang sangat larut malam, sang ibu tidak pernah mengindahkannya, bahkan tidak memasak lagi di rumah. Ketika sang anak merasa lapar dan memberitahukan pada sang ibu, dia hanya menjawab dengan nada dingin: “Kamu sudah besar, apakah masih belum bisa masak sendiri?”
Dari itu, sang anak berpikir bahwa sang ibu tidak sayang padanya lagi, lalu timbul perasaan tidak senang dan benci pada sang ibu, dia mulai mencuci pakaian sendiri, menata kamar sendiri, saat lapar memasak sendiri, semua urusan harus dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya merasa lelah, haus, lapar atau mengantuk, sang ibu tidak pernah memperdulikannya. Dalam hati dia beranggapan kalau sang ibu sudah tiada.
Tak seberapa lama kemudian, sang ibu pun meninggal dunia, selama selang waktu ini, sang anak sudah jauh hubungannya dengan sang ibu, bahkan bersikap dingin dan seakan bermusuhan, sehingga kematian ibunya tidak membawa dampak kesedihan sama sekali pada dirinya.
Selanjutnya ayahnya kimpoi kembali, setelah ibu tirinya tinggal di rumah mereka, dia merasa ibu tirinya sangat baik padanya, paling tidak masih menyisakan sedikit lauk dan nasi baginya, setelah lelah seharian tidak perlu memasak sendiri, jadi hubungan dengan ibu tirinya masih terhitung cukup harmonis.
Sang anak belajar dengan keras dan akhirnya berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi. Akan tetapi dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tidak baik, maka dia tidak ada dana untuk membayar uang kuliah, ketika sedang diliputi kecemasan, ayahnya menyerahkan sebuah kotak kecil kepadanya dan memberitahukan kalau sebelum ibunya meninggal dunia ada berpesan agar pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan kotak ini kepadanya.
Sang anak menerima kotak ini dari ayahnya, ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk uang dengan selembar surat di sampingnya.

Dalam surat tersebut tertulis pesan ibunya:

Anakku, kali itu ketika ibu pergi ke kota, sebetulnya ibu pergi memeriksakan kesehatan tubuh, setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ibu tahu kalau ibu terkena kanker dan sudah stadium akhir, saat itu ibu hampir-hampir tidak bisa berdiri lagi. Ibu bukan khawatir akan diri ibu, akan tetapi ibu khawatir akan dirimu. Ibu berpikir jika ibu sudah tiada, bagaimana dengan dirimu nanti? Kamu masih kecil, bagaimana kamu bisa melanjutkan hidup? Bagaimana menghadapi masa depanmu?
Dari itu, sepulangnya ibu ke rumah, ibu bersikap dingin kepadamu dan ingin kamu mengerjakan sendiri semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar kamu membenci ibu, dengan demikian sesudah ibu sudah tidak ada di dunia ini lagi nanti, kamu tidak akan diliputi dengan kesedihan.
Anakku, walau ibu tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ibu sebetulnya tetap mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut malam, walau ibu tidak membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ibu tetap menunggumu pulang.
Ketika kamu pulang dengan tubuh lelah dan perut lapar, ibu membiarkanmu masak sendiri, sebab ibu berharap sesudah ibu tiada nanti, kamu bisa menjaga diri. Dulu ibu mengerjakan semuanya untukmu, namun sesudah ibu tiada nanti, siapa lagi yang akan menjagamu? Segala sesuatu di kemudian hari harus bergantung pada dirimu sendiri.
Ibu berlaku buruk padamu, bahkan tidak memasakkan nasi untukmu dan semua pekerjaan harus kamu lakukan sendiri, maka dengan demikian ketika nanti ayahmu kimpoi kembali, kamu akan berpikir bahwa ibu baru akan lebih baik dari ibu, sehingga kalian akan dapat berhubungan dengan baik dan hari-harimu akan lebih mudah dilalui.
Dalam kotak ini ada uang 5000 dolar yang diberikan nenek kepada ibu, sebetulnya ini adalah uang berobat ibu, namun ibu tidak rela menggunakannya, ibu tinggalkan untukmu dengan harapan ketika nanti kamu masuk perguruan tinggi dan membutuhkan uang, kamu dapat menggunakannya. Sekarang, ibu meminta bantuan ayah untuk menyampaikannya kepadamu.
Air mata segera mengaburkan mata sang anak, juga mengaburkan sepasang mata kita yang membaca kisah ini, kasih ibu terhadap anak sungguh tanpa pamrih dan penuh akal budi, mana mungkin ada ibu yang tidak mengasihi anaknya?
Ketika dia harus menahan perhatian dan kasih dalam hatinya kepada anak, harus berusaha keras untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya, saya sungguh sulit membayangkan, betapa menderitanya perasaan ibu ketika itu, namun demi perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih berbahagia di masa mendatang, ibu rela menerima segala kesedihan, bahkan tidak menyesal untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya.

Namun apakah sebagai anak, kita mau memahami isi hati ibu?

Teringat pernah sekali, di dalam sebuah lift bertemu dengan seorang anak, ketika ibunya dengan sabar membimbingnya, anak ini terlihat tidak sabaran dan mengeluhkan kalau ibunya cerewet, bahkan marah-marah dan meminta ibunya agar tutup mulut. Ibunya juga marah, namun tetap menahan diri dengan terus meminum air mineral di tangannya, pada saat ini sang anak sama sekali tidak sadar akan betapa sedihnya hati ibunya.
Cinta kasih harus dirasakan dengan kesungguhan hati, ketika kita membantah ayah dan ibu kita, mengapa kita tidak menyadari kalau sepatah perkataan penuh emosi kita telah pun menyebabkan luka mendalam di dalam hati ayah dan ibu. Ketika ayah dan ibu sedang memberi bimbingan kepada kita, apakah kita dapat menyadari betapa besarnya hati kasih orangtua kepada anak? Atau kita menganggap ayah dan ibu tidak senang melihat kita dan selalu mencari masalah pada diri kita.

Ketika ibu memukul dan memarahi kita, apakah itu benar-benar disebabkan karena ibu tidak menyukai kita?

Pernah mendengar seorang ibu berkata demikian: Anak-anak tersayang, tidak semua ibu dapat berbuat seperti yang kalian harapkan, kalian semestinya mau mengerti akan tindakan ibu kalian dan jangan pernah menyalahkannya. Saya percaya, ibu kalian dan termasuk ayah kalian akan mencintai kalian selama-lamanya, tak peduli metode apa yang dipergunakan, mereka akan tetap berdiri di sisi kalian untuk selama-lamanya, tetap berharap kalian agar kalian cepat tumbuh dewasa dan nantinya dapat berbuat lebih banyak bagi negara dan masyarakat.

Benar sekali, ibu selalu mengasihi kita, mengapa kita masih saja meragukannya?

Apakah kita tahu kalau di mata ibu, kita selama-lamanya adalah anak-anak, biar pun kita telah berusia 80 tahun dan punya banyak anak cucu, ibu kita tetap mengkhawatirkan diri kita: apakah pakaian yang dikenakan sudah cukup hangat, apakah di malam hari tubuh ada ditutup selimut dengan baik, apakah ada makan kenyang, dan seterusnya.
Kasih ibu adalah sedemikian besar dan tanpa pamrih, bagaikan sumber air yang terus mengalir deras tanpa pernah berhenti. Akan tetapi, bilakah kita sebagai anak dapat benar-benar memahami akan isi hati ibu?
Pernah ada orang yang mengumpamakan kasih ibu bagaikan tanaman bunga di tepi jalan, tiada orang yang peduli, tiada orang yang merawat, tiada orang yang memberi perhatian, namun tak peduli dalam cuaca bertopan, hujan deras atau hawa dingin membeku, asalkan ada sedikit sinar mentari dan embun hujan, dia akan tetap tumbuh dan berbunga lebat.
Jangan lagi mengenyampingkan tali kasih ini, kasih ibu tiada pamrih dan kita perlu secepatnya memahaminya dengan sepenuh hati, merasakannya dengan sepenuh hati dan membalas budi luhurnya dengan sepenuh hati.

“Pohon ingin tetap tenang, namun angin terus berhembus; anak ingin berbakti, namun orangtua sudah tiada”, pastikan penyesalan seperti ini jangan sampai terjadi dalam kehidupan kita ini. Kita harus tahu bahwa ketika kita membuka pintu rumah dan memanggil “Ibu”, masih ada orang orang yang menyahut adalah suatu hal yang sangat membahagiakan. Dari itu, marilah kita menghargai kasih sayang termurni dan paling sulit diperoleh di dunia ini, kita juga harus membalas budi luhur ibu dengan cinta kasih kita yang paling tulus.

THE END

Minggu, 01 Juli 2012

RENUNGAN PAGI


Ia berjalan di depan meja ‘donation’,
kami berpikir: ‘dia akan lewat…’
“Saya ingin menyumbang!”
Ia menuang koin dari mangkuknya.
Para petugas mengulurkan tangan ingin membantu,
tapi dia ingin melakukannya dengan tangannya sendiri.



Kami semua tak bisa berkata-kata,
ia memberikan semua yang diperolehnya
kepada Lembaga Amal dengan usahanya sendiri.


“Saya masih punya uang.”
Ia berkata dengan antusias sambil merogoh saku celananya.


Ia mengambil beberapa lembar uang 10 dollar
dan … menyumbang!





Orang Bijak Mengatakan :
” Sesungguhnya jika kita berbuat kebaikan,
Kita BUKAN hanya sedang membantu orang
atau mahkluk lain, Namun sesungguhnya
kita sedang membantu diri kita sendiri agar
menjadi lebih bahagia. Temukan kebahagiaan
dengan memberi “


RENUNGAN PAGI

Seorang anak kecil duduk diantara anak tangga di sebuah bangunan dengan topi di kakinya.

Dia memegang sebuah papan yang bertuliskan : "Aku buta, tolong aku."
Saat itu hanya ada beberapa koin saja di dalam topinya.

Kemudian seorang pria melintas di depannya.
Pria itu mengambil beberapa koin dalam kantongnya dan menaruhnya ke dalam topi anak tersebut.
Pria itu kemudian mengambil papan pada anak kecil itu, membalikkan papan itu dan menulis sesuatu disana, lalu memberikannya kembali dan berjalan meninggalkan anak kecil tersebut.

Sesaat kemudian begitu banyak orang yang memberikan uang kepada anak kecil yang buta itu dan segera topi itu terisi semakin penuh.
Pada sore harinya pria yang mengganti tulisan di papan tadi, melintas kembali untuk melihat perubahan apa yang terjadi.

Anak kecil itu mengenali suara langkah kakinya dan bertanya, "Apakah kamu yang mengganti tulisan pada papanku pagi hari ini?
Apa yang kamu tulis?"
Pria tersebut menjawab, "Aku menulis apa yang kamu tulis, hanya saja dengan cara yang berbeda.
Aku menulis : Hari ini adalah hari yang indah, hanya saja aku tidak bisa melihatnya." :)

Kedua kalimat tersebut memberi arti yang sama bahwa anak kecil itu tidak bisa melihat karena ia buta.

Kalimat 1 memberitahukan secara langsung bahwa anak kecil tersebut buta.

Sedangkan kalimat 2 memberitahukan bahwa anak itu mensyukuri hari ini walau ia tidak bisa melihat indahnya, dan mereka sungguh beruntung bahwa mereka tidak buta.

Yang bisa kita petik dari cerita ini adalah Berpikir dengan cara yang positif.
Ketika hidup memberi kamu 100 alasan untuk menangis, tunjukkanlah bahwa hidup juga memberi kamu 1.000 alasan untuk tersenyum.

Bersyukurlah atas apa yang kamu miliki.

jembatan atau tembok?

Di sebuah masa dikisahkan ada 2 orang bertetangga yang hidup di pinggiran sungai kecil yang deras. Awalnya mereka hidup rukun berdampingan meskipun dipisahkan oleh sungai di antara mereka. Namun, kehidupan mereka perlahan berubah menjadi saling benci yang diawali oleh perubahan sifat salah satu dari mereka. Mulanya mereka masih saling bertegur sapa atau sekedar saling senyum tiap harinya, meskipun masing-masing mereka tidak pernah saling berkunjung secara fisik karena terpisah oleh sungai. Ketidakharmonisan mulai muncul ketika salah satu dari mereka membangun sebuah pagar agak tinggi yang tentunya menghalangi si tetangga untuk melihat rumah si tetangganya yang berada di seberang sungai tersebut. Dari sini perlahan mereka mulai jarang bertegur sapa karena terhalangi oleh tembok tersebut. Masing-masing mulai hidup dengan dunianya. Dan lama-kelamaan kebencian dan sifat saling iri hati dan ingin saling bersaing mulai tumbuh di hati mereka. Suatu hari dipanggilah seorang tukang bangunan oleh si tetangga yang masih belum memagari rumahnya tersebut. Tukang bangunan tersebut dipanggil tidak lain agar dapat membuatkan pagar yang sama dengan si tetangga yang ada di seberang sungai sana. Si tukang bangunan sebenarnya bersedia membuatkan tembok namun dia melihat gelagat masalah yang terjadi di antara sepasang tetangga ini. Dia berfikir bahwa dengan membuatkan tembok yang sama tentunya akan malah memperparah ketidakharmonisan di antara mereka. Maka diputuskanlah olehnya untuk membuatkan sebuah jembatan sederhana dari kayu di atas sungai kecil tersebut agar sepasang tetangga itu dapat saling berkunjung dan mencairkan kebekuan hubungan di antara keduanya. Setelah jembatan usai dibuat, si penyewa tukang bangunan tersebut terperangah bukan main. Dia mulai marah karena hal ini tidak sesuai dengan keinginannya yang bermaksud agar dibuatkan pagar tembok di rumahnya dan bukan malah dibuatkan jembatan. Si tukang kemudian menjelaskan perihal semua ini. Bahwa sebenarnya akar semua masalah di antara sepasang tetangga tersebut adalah tidak adanya atau terputusnya “jembatan” silaturrahim di antara mereka. Maka dengan membangun sebuah jembatan sederhana ini diharapkan dapat menyambungkan kembali “jembatan” itu. Dan “pagar” yang menghalangi mereka selama ini harus segera dirobohkan. Setelah mendengar nasihat bijak itu, tersadarlah dia. Dan hal pertama yang segera dia lakukan adalah menyeberangi sungai di atas jembatan menuju ke kediaman tetangganya yang berada di seberang sungai. Dan setelah mereka bertemu dan saling berjabat tangan dan berpelukan hangat, mereka mulai berbicara dari hati ke hati tentang masalah mereka selama ini. Singkat kisah, keadaan mereka mulai membaik kembali berkat “jembatan” itu. Dan si tukang bangunan kemudian menawarkan kepada mereka berdua untuk menyewa dirinya guna merobohkan pagar tembok yang selama ini menghalangi mereka. Setelah disetujui, pagar itupun dirobohkan yang berbarengan pula dengan robohnya “pagar” penghalang di antara hubungan sepasang tetangga tersebut.
Kawan, bukankah memang lebih baik membangun “jembatan” di antara kita sebagai sesama manusia yang saling bertetangga, bersahabat dan bermitra. Dan bukan malah membangun “pagar” dan tembok-tembok penghalang yang dapat membunuh “ke-manusia-an” kita yang telah dikodratkan sebagai Makhluk Sosial. Dan yakinlah bahwa dengan membangun sebuah “jembatan” maka perlahan segala masalah dalam hidup di dunia ini akan dapat dicarikan jalan keluarnya. Karena dengan adanya “jembatan” Insyaallah tak akan ada lagi saling perang, benci, curiga dan hal-hal anti kebaikan lainnya. Sekarang pilihan berada di tangan kita. Ingin membangun Jembatan atau Pagar Tembok???
Wallahu A’lam.