Minggu, 01 Juli 2012

jembatan atau tembok?

Di sebuah masa dikisahkan ada 2 orang bertetangga yang hidup di pinggiran sungai kecil yang deras. Awalnya mereka hidup rukun berdampingan meskipun dipisahkan oleh sungai di antara mereka. Namun, kehidupan mereka perlahan berubah menjadi saling benci yang diawali oleh perubahan sifat salah satu dari mereka. Mulanya mereka masih saling bertegur sapa atau sekedar saling senyum tiap harinya, meskipun masing-masing mereka tidak pernah saling berkunjung secara fisik karena terpisah oleh sungai. Ketidakharmonisan mulai muncul ketika salah satu dari mereka membangun sebuah pagar agak tinggi yang tentunya menghalangi si tetangga untuk melihat rumah si tetangganya yang berada di seberang sungai tersebut. Dari sini perlahan mereka mulai jarang bertegur sapa karena terhalangi oleh tembok tersebut. Masing-masing mulai hidup dengan dunianya. Dan lama-kelamaan kebencian dan sifat saling iri hati dan ingin saling bersaing mulai tumbuh di hati mereka. Suatu hari dipanggilah seorang tukang bangunan oleh si tetangga yang masih belum memagari rumahnya tersebut. Tukang bangunan tersebut dipanggil tidak lain agar dapat membuatkan pagar yang sama dengan si tetangga yang ada di seberang sungai sana. Si tukang bangunan sebenarnya bersedia membuatkan tembok namun dia melihat gelagat masalah yang terjadi di antara sepasang tetangga ini. Dia berfikir bahwa dengan membuatkan tembok yang sama tentunya akan malah memperparah ketidakharmonisan di antara mereka. Maka diputuskanlah olehnya untuk membuatkan sebuah jembatan sederhana dari kayu di atas sungai kecil tersebut agar sepasang tetangga itu dapat saling berkunjung dan mencairkan kebekuan hubungan di antara keduanya. Setelah jembatan usai dibuat, si penyewa tukang bangunan tersebut terperangah bukan main. Dia mulai marah karena hal ini tidak sesuai dengan keinginannya yang bermaksud agar dibuatkan pagar tembok di rumahnya dan bukan malah dibuatkan jembatan. Si tukang kemudian menjelaskan perihal semua ini. Bahwa sebenarnya akar semua masalah di antara sepasang tetangga tersebut adalah tidak adanya atau terputusnya “jembatan” silaturrahim di antara mereka. Maka dengan membangun sebuah jembatan sederhana ini diharapkan dapat menyambungkan kembali “jembatan” itu. Dan “pagar” yang menghalangi mereka selama ini harus segera dirobohkan. Setelah mendengar nasihat bijak itu, tersadarlah dia. Dan hal pertama yang segera dia lakukan adalah menyeberangi sungai di atas jembatan menuju ke kediaman tetangganya yang berada di seberang sungai. Dan setelah mereka bertemu dan saling berjabat tangan dan berpelukan hangat, mereka mulai berbicara dari hati ke hati tentang masalah mereka selama ini. Singkat kisah, keadaan mereka mulai membaik kembali berkat “jembatan” itu. Dan si tukang bangunan kemudian menawarkan kepada mereka berdua untuk menyewa dirinya guna merobohkan pagar tembok yang selama ini menghalangi mereka. Setelah disetujui, pagar itupun dirobohkan yang berbarengan pula dengan robohnya “pagar” penghalang di antara hubungan sepasang tetangga tersebut.
Kawan, bukankah memang lebih baik membangun “jembatan” di antara kita sebagai sesama manusia yang saling bertetangga, bersahabat dan bermitra. Dan bukan malah membangun “pagar” dan tembok-tembok penghalang yang dapat membunuh “ke-manusia-an” kita yang telah dikodratkan sebagai Makhluk Sosial. Dan yakinlah bahwa dengan membangun sebuah “jembatan” maka perlahan segala masalah dalam hidup di dunia ini akan dapat dicarikan jalan keluarnya. Karena dengan adanya “jembatan” Insyaallah tak akan ada lagi saling perang, benci, curiga dan hal-hal anti kebaikan lainnya. Sekarang pilihan berada di tangan kita. Ingin membangun Jembatan atau Pagar Tembok???
Wallahu A’lam.

1 komentar: